UTS SIMANTIK WEB

Written By Unknown on Monday, November 14, 2011 | 3:10 PM

Nama   : Ahmad Arif Pamuji
Nim     : 09.01.53.0188
Soal     : Nomor 4 (XML)

 <?xml version="1.0" encoding="UTF-8"?>

<!-- New document created with EditiX at Mon Feb 13 20:57:27 ICT 2012 -->

<UUDPERTANAHAN>

<judul>
PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
</judul>
<nomor>
NOMOR 3 TAHUN 2007
</nomor>

<tentang>
TENTANG
</tentang>

<isi_tentang>
KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG
PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
UMUM SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN PRESIDEN
NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN
NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
</isi_tentang>


<menimbang>

menimbang

</menimbang>

<isi_menimbang>

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 22 Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006

Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

</isi_menimbang>


<mengingat>

mengingat

</mengingat>

<isi_mengingat>

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2324);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2171);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
11. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional;
13. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan;

</isi_mengingat>


<memutuskan>

MEMUTUSKAN

<menetapkan>

menetapkan

</menetapkan>

<isi_menetapkan>

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG

KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36

TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN

PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SEBAGAIMANA

TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 65 TAHUN

2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR

36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN

PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.

</isi_menetapkan>

</memutuskan>

<bab1>
BAB I
</bab1>
<judul_bab>
KETENTUAN UMUM
</judul_bab>
<pasal1>
Pasal 1
</pasal1>
<isi_pasal1>
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Instansi pemerintah adalah Lembaga Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Pemilik adalah pemegang hak atas tanah, dan/atau pemilik bangunan, dan/atau pemilik tanaman, dan/atau pemilik benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
3. Lembaga Penilai Harga Tanah adalah lembaga profesional dan independen yang mempunyai keahlian dan kemampuan di bidang penilaian harga tanah.
4. Tim Penilai Harga Tanah adalah tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menilai harga tanah, apabila di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan atau sekitarnya tidak terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah.
</isi_pasal1>

<bab2>
BAB II
</bab2>
<judul_bab2>
PERENCANAAN
</judul_bab2>
<pasal2>
Pasal 2
</pasal2>
<isi_pasal2>
(1) Untuk memperoleh tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, instansi pemerintah yang memerlukan tanah menyusun proposal rencana pembangunan paling lambat 1 (satu) tahun sebelumnya, yang menguraikan :
a. maksud dan tujuan pembangunan;
b. letak dan lokasi pembangunan;
c. luasan tanah yang diperlukan;
d. sumber pendanaan;
e. analisis kelayakan lingkungan perencanaan pembangunan, termasuk dampak pembangunan berikut upaya pencegahan dan pengendaliannya.
(2) Penyusunan proposal rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, instansi pemerintah yang memerlukan tanah dapat meminta pertimbangan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
</isi_pasal2>

<pasal3>
pasal 3
</pasal3>
<isi_pasal3>
Proposal rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak diperlukan dalam hal
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dipergunakan untuk fasilitas keselamatan umum
dan penanganan bencana yang bersifat mendesak.
</isi_pasal3>

<bab3>
BAB III
</bab3>
<judul_bab3>
PENETAPAN LOKASI
</judul_bab3>
<pasal4>
Pasal 4
</pasal4>
<isi_pasal4>
Berdasarkan proposal rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, instansi pemerintah
yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Bupati/Walikota atau
Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan tembusan disampaikan kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
</isi_pasal4>

<pasal5>
Pasal 5
</pasal5>
<isi_pasal5>
(1) Setelah menerima permohonan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta melakukan pengkajian kesesuaian rencana pembangunan dari aspek :
a. tata ruang;
b. penatagunaan tanah;
c. sosial ekonomi;
d. lingkungan; serta
e. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah.
(2) Pelaksanaan pengkajian kesesuaian rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atas rekomendasi instansi terkait dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
(3) Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta menerbitkan keputusan penetapan lokasi.
(4) Keputusan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah yang tembusannya disampaikan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan instansi terkait.
(5) Keputusan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga sebagai ijin perolehan tanah bagi instansi pemerintah yang memerlukan tanah.
</isi_pasal5>

<pasal6>
Pasal 6
</pasal6>
<isi_pasal6>
(1) Keputusan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) diberikan untuk jangka waktu :
a. Satu tahun, bagi pengadaan tanah yang memerlukan tanah seluas sampai dengan 25 (dua puluh lima) hektar;
b. Dua tahun, bagi pengadaan tanah yang memerlukan tanah seluas lebih dari 25 (dua puluh lima) hektar sampai dengan 50 (lima puluh) hektar;
c. Tiga tahun, bagi pengadaan tanah yang memerlukan tanah seluas lebih dari 50 (lima puluh) hektar.
(2) Apabila dalam jangka waktu penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perolehan tanah belum selesai, namun telah memperoleh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari rencana pembangunan, Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta hanya dapat menerbitkan 1 (satu) kali perpanjangan penetapan lokasi untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
</isi_pasal6>

<pasal7>
Pasal 7
</pasal7>
<isi_pasal7>
Dalam hal rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada, dan tidak dapat dilaksanakan pada lokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta memberikan
saran lokasi pembangunan lain kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah.
</isi_pasal7>

<pasal8>
Pasal 8
</pasal8>
<isi_pasal8>
Setelah diterimanya keputusan penetapan lokasi, instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari wajib mempublikasikan rencana pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum kepada masyarakat, dengan cara sosialisasi :
a. langsung; dan
b. tidak langsung, dengan menggunakan media cetak, media elektronika, atau media lainnya.
</isi_pasal8>

<pasal9>
pasal 9
</pasal9>
<isi_pasal9>
Jika lokasi tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, maka pihak ketiga
yang bermaksud untuk memperoleh tanah di lokasi tersebut wajib memperoleh ijin tertulis dari Bupati/Walikota
atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
</isi_pasal9>


<pasal10>
Pasal 10
</pasal10>
<isi_pasal10>
Ijin memperoleh tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, tidak diperlukan apabila perolehan tanahnya karena pewarisan,
putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau karena perintah undang-undang.
</isi_pasal10>
</UUDPERTANAHAN>



a. Tampilkan nomor undang-undang UUDPERTANAHAN
doc(“uas.xml”)/UUDPERTANAHAN/judul/nomor/

b. Tampilkan isi pertimbangan pertama
doc(“uas.xml”)/UUDPERTANAHAN/menimbang/isi_menimbang/

c. Tampilkan isi pasal 1 bab 1
doc(“uas.xml”)/UUDPERTANAHAN/tentang/bab[1]/pasal[1]/isi_pasal1

d. Tampilkan isiayat 2 pasal 1 bab 3
doc(“uas.xml”)/UUDPERTANAHAN/tentang/bab[3]/pasal[1]/isi_pasal1/ayat2/isi_ayat[2]
 

0 comments:

Post a Comment